Analisis Hukuman Kebiri Kimia Terhadap Pelaku Kejahatan Seksual Ditinjau Dari Sudut Pandang Hak Asasi Manusia (Studi Kasus Pelecehan Seksual 14 Santriwati Di Kabupaten Bandung)
DOI:
https://doi.org/10.31316/jk.v6i1.2728Abstract
Abstrak
Ada dua jenis kebiri yang diterapkan di berbagai negara, yaitu kebiri fisik dan kebiri kimia. Kebiri fisik, seperti yang dilakukan di Republik Ceko dan di Jerman, dilakukan dengan mengamputasi testis pelaku pedofilia, sehingga pelaku kekurangan hormon testosteron, yang mempengaruhi gairah seksnya. Sedangkan kebiri kimia, berbeda dengan kebiri fisik, tidak dilakukan dengan cara amputasi buah zakar. Eksekutornya akan mengandung bahan kimia antiandrogen yang dapat melemahkan hormon testosteron. Ini dapat dilakukan melalui pil atau suntikan. Ketika hormon testosteron melemah, kemampuan untuk membangun, menurunkan libido atau hasrat seksual seseorang atau bahkan hilang sama sekali. Belum lama ini terjadi lagi suatu kasus pemerkosaan terhadap perempuan, yang dikenal dengan kasus pemerkosaan Herry Wirawan terhadap belasan santriwati di Bandung. Kemudian yang menjadi sorotan adalah bagaimana penyelesaian terhadap kasusnya, yakni tedakwa pada kasus tersebut sempat divonis hakim untuk hukuman kebiri dan mati, namun pada akhirnya putusan yang dikeluarkan adalah hukuman pidana penjara seumur hidup, karena beberapa pakar HAM di Indonesia menolak dan menegaskan bahwa hukuman kebiri maupuun vonis mati tersebut melanggar hak asasi manusia. Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin, menganalisis dan mengetahui Bagaimana hukum kebiri kimia terhadap pelaku kejahatan seksual ditinjau dari sudut pandang hak asasi manusia, dengan menggunakan studi kasus (Pelecehan seksual 14 santriwati di Kabupaten Bandung), Meninjau bagaimana hukuman ini ini diberlakukan bagi pelaku kejahatan pelecehan seksual. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data serta mewawancarai langsung pihak-pihak yang terkait dengan obyek penelitian. Jenis pendekatan yang di gunakan dalam penulisan ini merupakan pendekatan kasus yang dilakukan dengan menelaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan. Pembatasan dalam penelitian kualitatif ini lebih didasarkan pada tingkat kepentingan/urgensi dari masalah yang dihadapi dalam penelitian ini. Hasil penelitian data deskriptif diperoleh bahwa dalam sudut pandang HAM berdasarkan keterangan yang didapat dari wawancara dengan Kepala bidang HAM menerangkan bahwa Hukuman kebiri tidak bisa dianggap melanggar hak asasi karena sejak awal pelaku sendiri lah yang telah melangar HAM para korbannya. Kasus pelecehan merupakan sebuah kejahatan serius yang melanggar hak asasi manusia, menimbulkan trauma kepada para korban dan keluarga serta menggangu ketentraman di lingkungan masyarakat.
Kata Kunci : HAM, Kebiri Kimia, Perempuan, Pelecehan.
Â
Abstract
There are two types of castration applied in different countries, namely physical castration and chemical castration. Physical castration, as is done in the Czech Republic and in Germany, is carried out by amputating the testicles of the pedophilia abuser, so that the offender is deficient in the hormone testosterone, which affects his sex drive. Meanwhile, chemical castration, in contrast to physical castration, is not carried out by means of amputation of testicles. The executor will contain antiandrogen chemicals that can weaken the hormone testosterone. This can be done through pills or injections. When the hormone testosterone is weakened, the ability to build up, lower one's libido or sexual desire or even disappear altogether. Not long ago there was another case of rape of women, known as the Herry Wirawan rape case against dozens of female students in Bandung. Then the highlight is how the settlement of the case, namely the tedakwa in the case was sentenced by the judge to be sentenced to castration and death, but in the end the verdict issued was a sentence of life imprisonment, because some human rights experts in Indonesia refused and emphasized that the sentence of castration maupuun death sentence violated human rights. Based on this, the researcher wants to, analyze and know how the chemical castration law against sex offenders is viewed from a human rights point of view, using a case study (Sexual harassment of 14 female students in Bandung Regency), Reviewing how this punishment is applied to perpetrators of sexual harassment crimes. This research uses the empirical juridical method, which is a research method carried out by collecting data and interviewing directly parties related to the object of study. The type of approach used in this writing is a case approach that is carried out by examining related cases. The restrictions in this qualitative research are more based on the level of importance / urgency of the problems faced in this study. The results of the descriptive data study were obtained that from a human rights point of view based on information obtained from an interview with the Head of the Human Rights sector, it was explained that the punishment of castration could not be considered a violation of human rights because from the beginning the perpetrator himself was the one who had violated the human rights of his victims. Harassment is a serious crime that violates human rights, traumatizes victims and families and disturbs peace in the community.
Keywords : Human Rights, Chemical Castration, Women, Harassment.
References
DAFTAR PUSTAKA
(2021, Februari 23). Dipetik februari 20, 2022, dari Kompasiana.com: https://www.kompasiana.com/arifnn82767/6034721c01be085645090342/hidup-sebagai-santriwan-santriwati
Abdan Syakura, M. A. (2022, 2 15). Terdakwa Pemerkosaan Herry Wirawan Divonis Penjara Seumur Hidup. Dipetik 02 20, 2022, dari https://www.republika.co.id/: https://www.republika.co.id/berita/r7ccb8283/terdakwa-pemerkosaan-herry-wirawan-divonis-penjara-seumur-hidup
Andini L Tamara, W. B. (2016). Kajian Kriminologi Terhadap Pelaku Pelecehan Seksual Yang Dilakukan Oleh Wanita Terhadap Pria. Volume. 5 No.3 September-Desember 2016 , 311-313.
Arifah Yahya, Nicy Anggraini Putri. 2019. Perspektif HAM Terhadap Pelecehan Seksual Pada Anak. Prosiding seminar nasional “menjadi mahasiswa yang unggul di era industri 4.0 dan society 5.0â€. Hal 76
Erdianto, K. (2016, 5 3). Budaya Patriarki Dinilai Kerap Jadikan Perempuan sebagai Obyek Seksual. Dipetik 2 19, 2022, dari https://nasional.kompas.com/: https://nasional.kompas.com/read/2016/05/03/14374931/Budaya.Patriarki.Dinilai.Kerap.Jadikan.Perempuan.sebagai.Obyek.Seksual
Iskandar, Nursiti. 2020. Perlindungan Hukum Terhadap Santriwati Korban Kekerasan Seksual (Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Blangkejeren). JIM Bidang Hukum Pidana : Vol. 4, No.2 Mei 2020
Komnas Perempuan, Kekerasan Meningkat: Kebijakan Penghapusan Kekerasan Seksual Untuk Membangun Ruang Aman Bagi Perempuan Dan Anak Perempuan (Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2019) (2020)
Luh Made Khristianti Weda Tantri.2021.Perlindungan Hak Asasi Manusia Bagi Korban Kekerasan Seksual di Indonesia.Media Luris Vol.4 No. 2 hal 145-172
magyaroldalak.net. (2021, Desember 17). Dipetik 20 Februari 2022, dari https://magyaroldalak.net/undang-undang-yang-mengatur-tentang-pelecehan-seksual/
Meita Agustin Nurdiana, R. A. (t.thn.). Tindak Pidana Pemerkosaan: Realitas Kasus Dan Penegakan Hukumnya. Jurnal , 52.
Mys. (2003, November 2003). RUU KUHP: Tindak Pidana Perkosaan Gunakan Batas Hukuman Minimal. Dipetik 02 20, 2022, dari Hukum Online: https://www.hukumonline.com/berita/a/ruu-kuhp-tindak-pidana-perkosaan-gunakan-batas-hukuman-minimal-hol9138?page=2
Nita, S. (2021). Penyelesaian kasus pemerkosaan anak di bawah umur (Studi Kasus DP3A Sarolangun). Skripsi, Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Syaifuddin Jambi 2021, 1-69.
Nugroho, Martino Dwi.Perancangan Interior Ruang Asrama Santriwati Di Pesantren Al-Munawir Krapyak. Institusi Seni Indonesia Yogyakarta.
Putri, S. (2022, Januari 12). Data Kasus Kekerasan Seksual di Indonesia. Dipetik Februari 19, 2022, dari https://owntalk.co.id/: https://owntalk.co.id/2022/01/12/data-kasus-kekerasan-seksual-di-indonesia/
Ratu Adilah. 2020. Pembentukan karakter mandiri peserta didik di SMA al-khairiyah rancaranji tahun ajaran 2019-2020. Serang. : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Saroso, A. B. (2022, 02 14). Herry Wirawan Dituntut Hukuman Mati-Kebiri, Hadir Langsung di Sidang Vonis Besok. Dipetik 02 20, 2022, dari
Sulaiman, W. (2019). Perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana pelecehan seksual , 1-38.
Tamtomo, A. B. (2022, 02 15). 4 Kasus Kekerasan Seksual dengan Vonis Hukuman Kebiri, Ada yang Perkosa 15 Anak Laki-laki. Dipetik 02 20, 2022, dari kompas.com: https://regional.kompas.com/read/2022/02/15/144100378/4-kasus-kekerasan-seksual-dengan-vonis-hukuman-kebiri-ada-yang-perkosa-15
Triwijati, N.K. Endah. Pelecehan Seksual : Tinjauan Psikologis. Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, dan Savy Amira Women’s Crisis Center diakses pada Februari 2022
Utami, S. W. (2016). Hubungan antara kontrol diri dengan pelecehan seksual. 8-24.
Satrio, R. A. (2021). Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan Anak Dibawah Umur (Studi Kasus Polda Gorontalo). Skripsi, 1(1011416224).
Setiawan, Kevin., Aji Wibowo. 2019. Penerapan Penjatuhan Sanksi Tindakan Kebiri Kimia Terhadap Pelaku Kejahatan Seksual Anak Ditinjau Dari Sudut Hak Asasi Manusia Pelaku Dan Korban. Jurnal Hukum Adigama. Vol 2, No. 1
Oka Bhismaning, Putu., Dike Widhyaastuti, I Gusti Agung Ayu. 2016. Analisis Hukuman Kebiri Untuk Pelaku Kekerasan Seksual Pada Anak Ditinjau Dari Pemidanaan Di Indonesia. Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum.Vol 5, No.3
Profil Pejabat. Kantor wilayah jabar kementerian hukum dan Hak asasi manusia. Diambil dari https://jabar.kemenkumham.go.id/profil/profil-pejabat Tanggal akses 18 April 2022
Visi, Misi, dan Tata Nilai. Kantor wilayah jabar kementerian hukum dan Hak asasi manusia. Diambil dari https://jabar.kemenkumham.go.id/profil/visi-misi-dan-tata-nilai Tanggal akses 18 April 2022
Sekilas kantor wilayah. Kantor wilayah jabar kementerian hukum dan Hak asasi manusia. Diambil dari https://jabar.kemenkumham.go.id/profil/sekilas-kantor-wilayah Tanggal akses 18 April 2022
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2022 Dinar Sugiana Fitrayadi, Alya Oktaviani, Mamay Maesaroh, Mia Rhodia, Nabilah Alda Adawiya, Neng Neng, Novia Dwi Styowati, Oki Purwanti, Umiyah Umiyah, Yunita Dwi Rifani

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Authors who publish with this journal agree to the following terms:
-
The journal allow the authors to hold the copyright without restrictions and allow the authors to retain publishing rights without restrictions.
-
Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License that allows others to share the work with an acknowledgement of the work's authorship and initial publication in this journal.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgement of its initial publication in this journal.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work (See The Effect of Open Access).
This work is licensed under a Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.