Akibat Hukum Perceraian Terhadap Hak Asuh Anak yang Disebabkan Salah Satu Pasangan Suami Istri Berpindah Agama

Authors

  • Meysita Arum Nugroho Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM

DOI:

https://doi.org/10.31316/jk.v6i2.3537

Abstract

Abstrak

Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dimata hukum tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Dalam tulisan ini permasalahan yang di angkat ialah Bagaimana kedudukan hukum hak asuh atas anak pasca perceraian Menurut Hukum Positif dalam Putusan No.0914/pdt.G/2014/PA.Jkt.Sel. Dan Siapakah yang diberikan wewenang melakukan hak asuh anak pasca perceraian. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif. Bahwa kedudukan hukum anak pasca perceraian akibat perbedaan agama menurut hukum positif di Indonesia. Status anak itu dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu: Pertama, Anak yang dilahirkan sewaktu Islam, anak ini adalah anak muslim, menurut kesepakatan para fuqaha; Kedua, Anak yang dikandung sewaktu Islam dan dilahirkan setelah murtad, maka hukumnya adalah sama dengan anak yang dilahirkan sewaktu Islam. Ketiga, Anak yang dikandung dan dilahirkan setelah murtad, maka anak itu hukumnya kafir karena dia dilahirkan diantara kedua orang tuanya yang kafir, tidak ada pendapat lain dalam masalah ini. Adapun wewenang hak asuh anak jatuh kepada ibunya, karena di dalam kasus ini anak tersebut belum dewasa/ belum mmayiz. Namun beda hal jika ibu nya murtad, maka tidak berhak atas hak asuh anak tersebut.

Kata Kunci: Perceraian, Kedudukan Hukum, Hak Asuh Anak

 

Abstract

Legitimate marriages are marriages that are legally registered at the Office of Religious Affairs (KUA). In this paper the problem raised is how the legal position of custody of children after divorce according to Positive Law in Decision No. 0914 / pdt.G / 2014 / PA.Jkt.Sel. And who is given the authority to do child custody after divorce. To answer these problems normative legal research methods are used. That the legal position of children after divorce is due to religious differences according to positive law in Indonesia. The status of the child can be divided into three groups, namely: First, Children born during Islam, these children are Muslim children, according to the agreement of the fuqaha; Second, children who were conceived during Islam and were born after apostasy, then the law is the same as children born during Islam. Third, the child conceived and born after apostasy, then the child is a pagan law because he was born between his pagan parents, there is no other opinion in this matter. The authority for child custody goes to the mother, because in this case the child is not yet an adult/not yet mmayiz. But different things if the mother is apostate, then not entitled to custody of the child.

Keywords: Divorce, Legal Position, Child Custody

References

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghofur Anshori. 2010. Hukum Perjannjian Islam di Indonesia (Konsep, Regulasi, danImplementasi). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Abdullah Siddik, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta : Tinta Mas, 1997, hlm.144

Amirudin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit: PT Raja Grafindo Persada, 2008.

Bambang Sungguno. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit: PT Rajan Grafindo Persada, 2011.

Budi Susilo, Prosedur Gugat Cerai, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2008, hlm.11.

Djamil Latif, 1981, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, Ghalia Indonesia,

Jakarta

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundang, Hukum Adat, Hukum Agama, Mandar Maju, Bandung, 2007, hlm.8.

Hongko T. Gombo, Hak Waris Anak di Luar Nikah Ditinjau Menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Lex Privatum, Vol.II/No. 1/Jan-Mar/2014.

Imanda Putri Andini Rangkuti, Studi Komparatif Perceraian Akibat Pindah Agama Menurut Fikih Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Analisis Putusan No. 0879/Pdt. G/2013/PA.Pdg). De Lega Lata, Volume 2, Nomor 2, Juli – Desember 2017, hal 308

Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama (kumpulan tulisan), cet. I

MUI, Himpunan Keputusan dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: Sekretariat MUI, 1995), hal. 91.

Rosnidar Sembiring, Hukum Keluarga (harta-harta benda dalam perkawinan), Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2016, hal 42

Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

Wirjono Projdodikoro, S.H, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia Bandung: PT Refika Aditama, 2008.

Downloads

Published

2022-08-02