Penanganan Konflik Batas Wilayah Antara Kabupaten Tana Toraja Dengan Kabupaten Toraja Utara di Provinsi Sulawesi Selatan

Authors

  • Andi Moh Ghalib Universitas Pertahanan Republik Indonesia
  • Anang Puji Utama Universitas Pertahanan Republik Indonesia
  • M Adnan Madjid Universitas Pertahanan Republik Indonesia
  • Pujo Widodo Universitas Pertahanan Republik Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.31316/jk.v7i1.4844

Abstract

Abstrak

Konflik Batas Wilayah antara Kabupaten Tana Toraja dengan Kabupaten Toraja Utara yang merupakan daerah pemekaran terdeteksi di tiga titik yaitu di daerah Bira’ perbatasan antara kelurahan Sarira Kecamatan Makale Utara (Tana Toraja) dengan Desa Tadongkon Kecamatan Kesu (Toraja Utara), kemudian Daerah Se’ke, Bontongan Perbatasan antara Kelurahan Sarira Kecamatan Makale Utara ( Tana Toraja ) dengan Desa Langda Kecamatan Sopai (Toraja Utara), Serta di Kecamatan Kurra (Tana Toraja) dengan Kecamatan Awan Rante Karua (Toraja Utara). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berlokasi di Perbatasan Kabupaten Tana Toraja dengan Kabupaten Toraja Utara. Pengumpulan data yang dilakukan ialah menggunakan studi pustaka. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling yang kemudian melakukan Analisis data menggunakan mode 1 interaktif yang menjelaskan bahwa teknik analisis terdiri dari pengumpulan data, kondensasi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik batas wilayah yang terjadi lebih disebabkan karena belum diterimanya alternatif pemecahan masalah yang diusulkan yakni Kebijakan Satu Peta (One Map Policy). Dari melihat kenyataan praktis, teridentifikasi beberapa penyebab konflik terkait batas wilayah ini yaitu faktor Yuridis, Ekonomi, Kultural, Politik & Demografi, Sosial, dan Pemerintahan. Langkah yang telah dilakukan yaitu melaksanakan peninjauan bersama wilayah berbatasan antara kedua daerah yang difasilitasi oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dengan dengan menghadirkan Kementerian Dalam Negeri sebagai peninjau dan Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai pihak yang berkompoten dalam pemetaan batas wilayah. Dengan proses penanganan tersebut kedua daerah telah bersepakat menerima hasil apapun keputusan pemerintah provinsi bersama dengan pemerintah pusat dengan tetap memperhatikan hal-hal yang menjadi keberatan dan keinginan dari setiap daerah.

Kata Kunci: Penanganan konflik, batas wilayah

 

Abstract

Boundary conflicts between Tana Toraja Regency and North Toraja Regency, which are newly established areas, have been detected at three points: in the Bira' area, which is the border between Sarira Village, North Makale District (Tana Toraja), and Tadongkon Village, Kesu District (North Toraja); in the Se'ke area, Bontongan, which is the border between Sarira Village, North Makale District (Tana Toraja), and Langda Village, Sopai District (North Toraja); and in Kurra District (Tana Toraja) with Awan Rante Karua District (North Toraja). This research utilizes a qualitative approach located at the border between Tana Toraja Regency and North Toraja Regency. The data collection method employed is literature review. The sampling technique used is purposive sampling, and the data analysis is conducted using interactive mode 1, which consists of data collection, data condensation, data presentation, and conclusion drawing. The research findings indicate that the boundary conflict is mainly caused by the lack of acceptance of the proposed problem-solving alternative, namely the One Map Policy. Based on practical observations, several causes of the boundary conflict have been identified, including juridical, economic, cultural, political and demographic, social, and governance factors. The steps taken include conducting a joint survey of the border area between the two regions facilitated by the South Sulawesi Provincial Government, with the Ministry of Home Affairs as the surveyor and the Geospatial Information Agency (BIG) as the competent party in boundary mapping. Through this handling process, both regions have agreed to accept whatever decision is made by the provincial and central governments, while still considering the objections and desires of each region.

Keywords: Conflict resolution, boundary disputes

References

DAFTAR PUSTAKA

Aufa Mawardi, Rafi. Otonomi Daerah: Pengertian, Jenis, dan Tujuannya.

Herawati, N. R. (2013). Pemekaran Daerah di Indonesia. Jurnal Desentralisasi, 11(1), 359–370.

Karsidi., Asep., Dr., Kebijakan Satu Peta One Map Policy “Roh Pembangunan dan Pemanfaatan Informasi Geospasial di Indonesia”. Cibinong, Badan Informasi Geospasial, 2016

Kombuno, H. (2014). Pemekaran Daerah Berdasarkan Undangundang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. 1–16.

Lembang Joni. Perbatasan Toraja Bermasalah, Rawan Konflik.

M. Tafsir M.A., Resolusi Konflik, (Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, Cet. Ke I, 2015), hal.35.

Morton Deutsch, The Resolution of Conflict, (New Heaven: Yale University Press, 1973), hal. 420.

Mou Jembris, Konflik Wilayah Antara Kabupaten Halmahera Utara dengan Kabupaten Halmahera Barat. Ilmu Politik. Universitas Samratulangi

Putra, H. S. (2021). Penyelesaian Sengketa Tapal Batas Antara Kabupaten / Kota Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun. Jurnal Dharmasisya, 1(1), 226–240.

Sugiyono. Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung, Alfabeta, 2011.

Tafsir., M., M.A., Resolusi Konflik, Semarang: CV. Karya Abadi Jaya. Cet. Ke I, 2015

Zaiyardam dan Efendi, 2009 conflict resolution: Anatomy in Indonesia, LIPI, Jakarta

Downloads

Published

2023-05-16

Issue

Section

Articles