Tanggung Jawab Hukum Administrasi Apotek Terhadap Penjualan Obat Keras Tanpa Resep Dokter di Kabupaten Lebak Merujuk pada Permenkes Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotek

Authors

  • Epi Septianingsih Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
  • Fatkhul Muin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
  • Ikomatussuniah Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

DOI:

https://doi.org/10.31316/jk.v8i1.5944

Abstract

Abstrak

Penelitian ini di latar belakangi mengenai penjualan obat keras tanpa resep di Apotek yang dilakukan oleh apoteker. Apoteker dianggap negatif oleh media di Indonesia, dikarenakan terdapat praktek yang tidak sesuai. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui penjualan obat keras tanpa resep dokter di Kabupaten Lebak. Selanjutnya, untuk mengetahui tanggung jawab hukum administrasi bagi apotek yang menjual obat keras tanpa resep dokter, dan bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh BPOM terhadap obat keras yang memiliki izin edar. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif empiris, dengan pendekatan Undang-Undang, Sosiologis. Data untuk analisanya menggunakan analisa secara kualitatif. Hasil Penelitian ini yaitu penjualan obat keras tanpa resep dokter merupakan pelanggaran hukum. Apotek dalam setiap menjual obat keras harus berdasarkan ketentuan yang ada, dan bertanggung jawab untuk melaporkan setiap penjualan obat keras kepada Pemerintah, dalam hal ini Dinas Kesehatan. Adapun sanksi yang diberikan kepada pelaku usaha kefarmasian terhadap penjualan obat keras tanpa resep dokter yaitu sanksi administratif dimulai peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan hingga pencabutan SIA. Upaya pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah yaitu dengan membentuk BPOM sebagai pengawasan obat keras yang ilegal. Adanya BPOM pengawasan pemerintah lebih terjamin, dan masyarakat lebih aman dan nyaman dalam menggunakan obat-obatan yang mereka butuhkan.

Kata Kunci: Tanggung Jawab, Hukum, Apotek   Abstract

This research is motivated by the issue of over-the-counter sales of prescription drugs in pharmacies conducted by pharmacists. Pharmacists are perceived negatively by the media in Indonesia due to inappropriate practices. The objectives of this research are to determine the sales of prescription drugs without a doctor's prescription in Lebak Regency. Furthermore, to understand the administrative legal responsibilities for pharmacies selling prescription drugs without a doctor's prescription, and how the supervision is carried out by the National Agency of Drug and Food Control (BPOM) for prescription drugs with circulation permits. This research employs a normative empirical juridical approach with legal and sociological perspectives. Qualitative analysis is used for data analysis. The results of this research indicate that the sale of prescription drugs without a doctor's prescription is a legal violation. Pharmacies must adhere to existing regulations when selling prescription drugs and are responsible for reporting each sale to the government, specifically the Health Department. Sanctions imposed on pharmaceutical business operators for selling prescription drugs without a doctor's prescription include administrative penalties ranging from written warnings to temporary cessation of activities to revocation of the pharmacy license. Government oversight is carried out through the establishment of BPOM to monitor illegal prescription drug sales. The existence of BPOM ensures more effective government supervision, providing greater safety and comfort for the public in using the medications they need.

Keyword: Rensponsibility, Law, Pharmacy

References

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainudin, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Cetakan Ketiga, Jakarta-2015.

Anggriani, Jum, Hukum Administrasi Negara, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012.

Basuki, Udiyo, Konstitusionalisme Hak Atas pelayanan Kesehatan Sebagai Hak Asasi Manusia, , Jurnal Hukum Caraka Justitia No.1 Tahun (2008) hlm.21-41,

Datanesia, Rentannya Ketahanan Kesehatan Indonesia,

Friedman, Lawrence M., Sistem Hukum: Perspektif Ilmu Sosial (The Legal System: A Social Science Perspective Nusa Media 2009

Hartini, Yustina Sri dan Sulasmono, Apotek Beserta Naskah Peraturan Perundang Undangan Terkait Apotek Termasuk Naskah dan Ulasan Permenkes tentang Apotek Rakyat, Edisi Revisi Cetakan Ketiga, Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta- 2010.

Heriyanto, Moh., Wahyu Hidayatullah, Mulyadi, Konsep Kriminalisasi Penegakan Hukum Terhadap Pembeli Aktif Ilegal Obat Keras Daftar “G” Jenis Trihexyphenidil. Media Iuris Vol. 3 No. 1, Jurnal Universitas Airlangga, Februari, 2020

Kartono, Katini, Psikologi Sosial dan Kenakalan Remaja, Rineka Cipta, Jakarta-2002.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintahan Non Departemen, Pasal 68.

Muladi, Kapita Selekta Hukum Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro 1995.

Murhaini, Suriansyah, Manajemen Pengawasan Pemerintahan Daerah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2014.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit.

Putri, Aulia Mutiara Hatia, Perhatian! Indeks Ketahanan Kesehatan RI Masih Jauh di Bawah,

Rokhman, Rifqi at.al., Penyerahan Obat Keras Tanpa Resep di Apotek, Indonesian Journal Of Pharmacy, Volume 7 Nomor 3, 2017.

Surat Keputusan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia Nomor: PO.003/ PP.IAI/1418/IX/2016 tentang Peraturan Organisasi Tentang Pembinaan Praktik Kefarmasian di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian Ikatan Apoteker Indonesia.

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, pasal 7.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan,

Video Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 949/Menkes/Per/VI/2000 tahun 2000 Tentang Registrasi Obat Jadi.

Wayan Suwithi, Ni. Pelayanan Prima (Costumer Care). P3GK, Jakarta-1999.

Downloads

Published

2024-02-14

Issue

Section

Articles