Penjatuhan Pidana terhadap Korban Perkosaan yang Melakukan Aborsi

Authors

  • Ramiyanto Universitas Sjakhyakirti Palembang
  • Antoni UIN Raden Fatah Palembang

DOI:

https://doi.org/10.31316/jk.v8i1.6478

Abstract

Abstrak

Secara yuridis, korban perkosaan yang melakukan aborsi tidak dapat dijatuhi pidana sebagaimana diatur dalam UU-Kesehatan, UU-Perlindungan Anak dan PP No. 61 Tahun 2014. Secara praktis, ternyata anak korban perkosaan yang melakukan aborsi dijatuhi pidana sebagaimana terjadi di Pengadilan Negeri Muara Bulian, Jambi. Praktik itu kemudian dianulir oleh Pengadilan Tinggi Jambi, sehingga anak korban perkosaan yang melakukan aborsi tidak dijatuhi pidana (dibebaskan). Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian hukum normatif (yuridis-normatif) dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Kemudian pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik studi dokumen dan dianalisis secara kualitatif dengan teknik penafsiran hukum, serta selanjutnya penarikan kesimpulan dengan metode deduktif. Dari pembahasan dapat diketahui bahwa tidak semua korban perkosaan yang melakukan aborsi tidak dapat dijatuhi pidana yang ditentukan dalam hukum positif. Korban perkosaan yang melakukan aborsi yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam ketentuan perundang-undangan tetap dapat dijatuhi pidana sebagaimana ditentukan dalam hukum positif.

Kata Kunci: Penjatuhan Pidana, Korban Perkosaan, Aborsi

 

Abstract

Juridically, rape victims who have abortions cannot be sentenced to criminal penalties as regulated in the Health Law, Child Protection Law, and PP no. 61 of 2014. In practical terms, it turns out that the child rape victim who had an abortion was sentenced to a criminal sentence as happened at the Muara Bulian District Court, Jambi. This practice was later annulled by the Jambi High Court, so that child rape victims who had abortions were not sentenced to criminal penalties (exonerated). The research method used in this paper is normative legal research (juridical-normative) with a statutory and contextual approach. Then data collection was carried out using document study techniques and analyzed qualitatively using legal interpretation techniques, and then conclusions were drawn using the deductive method. From the discussion, it can be seen that not all rape victims who have abortions cannot be sentenced to criminal penalties specified in positive law. Rape victims who have an abortion that does not fulfill the requirements specified in the statutory provisions can still be sentenced to criminal penalties as determined in positive law.

Keywords: Imposing of Criminal, Rape Victim, Abortion

References

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mahrus, 2012, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafik.

Arief, A-detik news. (2018). Penerapan Hukum Pidana yang Berlebihan, dalam https://news.detik.com/kolom/4163780/penerapan-hukum-pidana-yang-berlebihan

Cross, Noel, 2010, Criminal Law and Criminal Justice An Introduction, Singapore: Sage Published.

Fatahaya, S dan Rosalia Dika AGustina. 2021. Legalitas ABorsi yang Dilakukan oleh Anak Akibat Perkosaan Inses. Jurnal USM Law Review Vol. 4 No 2.

Haryanto, T, Johannes Suhardjana, A. Komari. 2008. Pengaturan tentang Hak Asasi Manusia Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Sebelum dan Setelah Amandemen. Jurnal Dinamika Hukum Vol. 8 No. 2. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45324342.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Moeljatno, 2009, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta.

Mulyana, A. (2017). Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan dan Anak Akibat Tindak Pidana Abortus Provocatus Criminalis. Jurnal Wawasan Yuridika Vol. 1 No. 2 September.

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

Ramadhani, N dan Beniharmoni Harefa. (2022). Legalitas Aborsi yang Dilakukan oleh Anak Korban Pemerkosaan di Indonesia. Justitia: Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol. 9(2).

Ramiyanto. (2020). Formulation of Rules Concerning Abortion Against Victims Rape: Between Positive Law and Future Law. Nurani: Jurnal Kajian Syari’ah dan Masyarakat Vol 20 No 2, https://doi.org/10.19109/nurani.v20i2.6484.

Romli, D. (2011). Aborsi dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam (Suatu Kajian Komparatif). AL-‘ADALAH Vol. X No. 2 Juli.

Sudarto, 2013, Hukum Pidana I, Semarang: Yayasan Sudarto.

Syaifullah, M. (2011). Aborsi dan Resikonya Bagi Perempuan (Dalam Pandangan Hukum Islam). Jurnal Sosial Humaniora Vol. 4 No. 1 Juni.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Utami, T.K & Aji Mulyana. (2015). Tanggung Jawab Dokter dalam Melakukan Aborsi Tanpa Seijin Ibu yang Mengandung Atau Keluarga dalam Perspektif Hukum Positif Di Indonesia. Jurnal Mimbar Justitia, Vol. I No. 02 Edisi Juli-Desember.

Wulandari, R. (2019). Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Abortus Provocatus Criminalis (Tindak Pidana Aborsi). Jurnal Rechtens 8, no. 2: 199–208. https://doi.org/10.36835/rechtens.v8i2.534.

Downloads

Published

2024-06-25

Issue

Section

Articles